JW subtitle extractor

Yakub—Pria yang Cinta Damai

Video Other languages Share text Share link Show times

Apakah Saudara pernah
diperlakukan dengan tidak adil?
Apakah Saudara pernah kesal
karena ucapan atau tindakan seseorang?
Ya, pasti.
Kalau itu terjadi, orang-orang
yang tidak mengenal Yehuwa
biasanya tidak akan tinggal diam.
Mereka akan balas dendam.
Tidak ada damai.
Tapi kita tahu,
Yehuwa melihat apa yang terjadi,
dan Dia bisa meluruskan masalahnya.
Kita mau ingat kata-kata Yesus ini,
”Bahagialah orang yang lembut hati.”
”Bahagialah orang yang menciptakan damai.”
Di Alkitab, ada pria yang seperti itu.
Bahkan saat berulang kali
menghadapi situasi yang sangat sulit,
dia tetap berupaya menjaga perdamaian
dan tidak mau ribut dengan orang lain.
Siapakah dia?
Yakub.
Dia belajar dari teladan ayahnya, Ishak.
Sewaktu terjadi kelaparan,
Ishak dan keluarganya pindah ke Gerar,
yang waktu itu dipimpin oleh Abimelekh,
raja orang Filistin.
Nah, mari kita lihat masalah apa
yang terjadi di sana,
dan bagaimana Ishak mengatasinya.
Mari baca Kejadian 26, mulai ayat 12.
Karena iri, orang-orang Filistin menutup
sumur-sumur yang sudah Abraham gali.
Dan Raja Abimelekh
menyuruh Ishak pergi dari situ.
Jadi, Ishak harus membuat keputusan.
Mungkin ada yang menyuruh dia tetap di sana.
Mereka mungkin bilang,
’Kamu tidak salah apa-apa, Ishak.
Yehuwa sudah bilang bahwa seluruh negeri ini
akan diberikan kepadamu dan keturunanmu.
Jadi, jangan takut.
Kamu punya banyak hamba,
dan mereka lebih kuat daripada
orang-orang Filistin.
Kamu harus membalas orang-orang
yang sudah menutup sumur-sumurmu.’
Bagaimana kalau Saudara yang di posisi Ishak?
Ishak memilih untuk menjaga perdamaian,
jadi dia pindah.
Itu keputusan yang sulit.
Ishak punya banyak hamba
serta kawanan domba dan sapi.
Dia sudah menggarap tanah
dan juga menanam benih.
Hasilnya sangat berlimpah.
Tapi, dia meninggalkan itu semua dan pindah.
Tapi, masalahnya belum selesai.
Di tempat yang baru, hamba-hamba Ishak
menggali sumur dan menemukan air bersih.
Tapi, para gembala di situ bilang,
”Air ini punya kami!”
Jadi, Ishak menggali sumur yang lain.
Tapi para gembala itu bilang
itu juga punya mereka.
Lagi-lagi, Ishak tidak mau ribut.
Dia memutuskan untuk pindah
dan mencari tempat dia bisa
tinggal dengan damai.
Yakub melihat bahwa teladan ayahnya
mendatangkan hasil yang bagus,
dan dia tahu bahwa Ishak diberkati oleh Yehuwa.
Apa pelajarannya?
Orang tua, teladan kalian
besar pengaruhnya bagi anak-anak kalian.
Selalu ingat itu.
Nah, Yakub punya saudara kembar, Esau.
Memang, Esau lahir lebih dulu,
tapi Yehuwa mengatakan bahwa
Esau yang lebih tua
akan melayani Yakub,
saudaranya yang lebih muda.
Itu sesuatu yang tidak biasa.
Nah, Yehuwa tahu kepribadian mereka
akan seperti apa,
dan Dia tahu bahwa Esau akan jadi orang
yang kurang menghargai hal-hal rohani.
Ini terbukti sewaktu Esau bersumpah
dan menukar haknya sebagai anak sulung
dengan semangkuk bubur kacang.
Dengan melakukan hal itu,
Esau sebenarnya juga menjual haknya
untuk menerima berkat
yang akan diucapkan oleh ayahnya.
Bertahun-tahun kemudian,
waktu Ishak sudah tua,
dia merasa sudah waktunya untuk
memberikan berkat bagi anak sulungnya.
Dia mungkin tidak tahu kalau Esau sudah
menjual haknya sebagai anak sulung.
Jadi, dia menyuruh Esau pergi
berburu binatang liar
dan membuatkan masakan
yang enak untuknya.
Baru setelah itu, dia akan memberkati Esau.
Ribka, ibu mereka,
mendengar percakapan itu.
Jadi, dia menyuruh Yakub berpura-pura
menjadi Esau selagi Esau pergi berburu,
dan rencana itu berhasil.
Ishak memberkati Yakub yang dia pikir Esau.
Waktu Esau mendengar hal ini, dia marah besar.
Mari kita lihat kisahnya di Kejadian 27,
mulai ayat 41.
Orang tua Yakub menyuruh dia pergi
kepada pamannya, Laban,
untuk mencari istri di sana.
Tapi, alasan utama dia harus pergi sebenarnya
karena masalahnya dengan Esau.
Ingat, Ishak pernah punya masalah
dengan orang Filistin,
dan masalah itu kelihatannya tidak bisa
diselesaikan dengan cara damai.
Jadi, apa yang Ishak lakukan?
Dia pindah.
Sekarang situasi Yakub juga mirip.
Kakaknya, Esau, marah besar.
Jadi, Yakub pergi.
Dia harus meninggalkan rumah dan keluarganya.
Dia harus pergi jauh ke negeri lain.
Yakub bisa saja memilih untuk tidak pergi.
Itu haknya.
Dia bisa bilang kepada ayah dan ibunya,
’Saya bukan anak kecil lagi.
Umur saya sudah 77 tahun.’
Tapi Yakub tidak lakukan itu.
Alkitab mengatakan,
”Yakub menaati ayah-ibunya dan berangkat.”
Apa pelajarannya?
Sekarang, sewaktu kita menghadapi situasi yang
tidak bisa diselesaikan dengan cara damai,
kita mungkin tidak perlu sampai
pindah ke negeri lain.
Tapi kadang, kita memang perlu
pergi dulu dari situ untuk sementara
supaya situasinya tidak memanas.
Amsal 17:14 mengatakan,
”Memulai perkelahian itu
seperti membuka bendungan;
pergilah sebelum pertengkaran terjadi.”
Waktu Yakub sedang dalam perjalanan
menuju tempat pamannya,
Yehuwa muncul dalam mimpi Yakub.
Dia bilang bahwa Dia akan menjaga
dan mendukung Yakub.
Tapi, itu bukan berarti Yakub
akan terbebas dari masalah.
Belakangan, sewaktu Yakub sudah tinggal
dengan pamannya, muncul masalah lain.
Lagi-lagi, Yakub membuktikan bahwa
dia adalah pria yang cinta damai.
Mari kita baca kisahnya di Kejadian 29,
mulai ayat 16.
Yakub punya alasan untuk marah.
Dia sudah sepakat dengan Laban
untuk bekerja selama tujuh tahun
demi mendapatkan Rakhel.
Setelah tujuh tahun,
diadakanlah pesta pernikahan.
Tapi, wanita yang wajahnya ditutup
rapat-rapat itu bukan Rakhel,
melainkan Lea.
Bayangkan betapa kagetnya Yakub!
Bukannya mengaku telah menipu Yakub,
Laban malah mencari-cari alasan.
Kira-kira, apa yang Yakub pikirkan?
Apakah mungkin dia berpikir bahwa
inilah cara Yehuwa memenuhi janji-Nya
untuk membuat keturunan Yakub
”sebanyak butir-butir debu di tanah”?
Kita tidak tahu.
Belakangan, Lea dan Yakub memiliki
enam putra, termasuk Lewi dan Yehuda,
yang kemudian menjadi kepala dari
dua suku yang paling dihormati di Israel.
Tentu saja, Yakub tidak tahu ini akan terjadi.
Tapi, karena Yakub pria yang cinta damai,
dia mau menerima Lea
dan setuju untuk memenuhi permintaan
Laban yang tidak masuk akal,
yaitu bekerja tujuh tahun lagi
demi mendapatkan Rakhel.
Apa pelajarannya?
Kita pasti kecewa kalau orang lain
tidak menepati janjinya.
Tapi seperti Yakub,
bisakah kita mengampuni orang itu
dan tetap berupaya menjaga perdamaian?
Yakub bekerja untuk Laban selama 14 tahun
demi mendapatkan kedua istrinya.
Lalu, dia bekerja enam tahun lagi
untuk mendapatkan ternak.
Akhirnya, setelah menerima petunjuk dari Yehuwa,
Yakub mengumpulkan keluarga serta ternaknya,
lalu pergi dari situ tanpa memberi tahu Laban.
Waktu Laban mengetahui hal ini,
dia marah sekali.
Dia mengejar Yakub.
Ini situasi yang berbahaya
karena bisa berakhir dengan kekerasan.
Sekarang, coba bayangkan situasinya.
Yakub sudah sampai di daerah pegunungan.
Kemungkinan itu pagi hari,
dan udaranya sejuk.
Ada suara dan bau-bau binatang.
Ada domba, keledai, unta, jumlahnya ada banyak.
Hamba-hamba Yakub mempersiapkan semua
binatang itu untuk melanjutkan perjalanan.
Tapi tiba-tiba, ada teriakan.
Laban datang, dan dia tidak sendirian.
Dia datang membawa rombongan.
Mereka mengendarai unta.
Ini bukan kunjungan kekeluargaan.
Anggota rombongan Laban
siap menaati perintah dari Laban.
Hamba-hamba Yakub langsung berkumpul.
Semua mata tertuju pada Laban dan Yakub.
Mereka berdebat.
Malam sebelumnya, Yehuwa sudah
memperingatkan Laban melalui mimpi
supaya dia berhati-hati sewaktu
berbicara dengan Yakub.
Tapi, waktu itu Laban sangat emosi.
Laban menuduh Yakub.
Dia berkata,
”Kenapa kamu menipu aku
dan membawa pergi anak-anakku
seperti tawanan perang?
Kenapa kamu melarikan diri diam-diam
dan licik terhadapku?
Kamu pergi tanpa memberi tahu aku.”
Jawabannya jelas.
Yakub mengatakan,
”Aku takut Paman akan merampas
anak-anak Paman dariku.”
Laban juga menuduh bahwa Yakub
mencuri patung-patung allahnya.
Rakhel memang mencuri barang-barang itu,
tapi Yakub tidak tahu apa-apa soal itu.
Barang-barang mereka pun digeledah.
Tapi, patung-patung itu tidak ditemukan.
Lalu, Yakub angkat bicara.
Mari kita baca kisahnya di Kejadian 31,
mulai ayat 36.
Yakub bekerja untuk Laban selama 20 tahun
meskipun Laban menipu dan memanfaatkan dia.
Tapi, Laban tidak mau mengaku salah.
Dia justru bilang bahwa semua milik Yakub
sebenarnya adalah miliknya.
Laban lalu menyarankan agar
keluarga dia dan keluarga Yakub
membuat sebuah perjanjian damai
supaya mereka tidak saling menyerang.
Kenapa?
Bukan karena Laban cinta damai.
Dia mungkin takut bahwa
setelah dia meninggal,
Yakub akan kembali sambil membawa
patung-patung allah tadi
untuk mewarisi harta keluarga Laban.
Tapi terlepas dari semua itu, Yakub setuju.
Situasinya jadi lebih tenang,
dan tidak ada kekerasan.
Sebuah batu peringatan dibuat
sebagai tanda perjanjian mereka.
Meski diperlakukan dengan tidak adil
selama bertahun-tahun,
Yakub setuju untuk membuat perjanjian damai.
Dia tidak kesal ataupun menyimpan dendam.
Masalah yang itu sudah selesai.
Tapi, timbul masalah lain.
Yakub mengirim beberapa utusan kepada Esau.
Mereka memberi tahu Esau
bahwa Yakub akan kembali,
dan Yakub berharap Esau
mau menerimanya dengan baik.
Tapi, para utusan itu melapor kepada Yakub
bahwa Esau dan 400 orangnya sedang
dalam perjalanan menemui dia.
Aduh!
Apa Esau masih marah?
Yakub pasti khawatir.
Dia tidak mau ribut dengan saudaranya.
Nah, mari kita lihat bagaimana
dia mengatasi masalah itu.
Kita akan baca Kejadian 32,
mulai ayat 13.
Yakub ingin berdamai dengan saudaranya.
Karena itu, dia mengirim banyak hadiah,
ratusan binatang.
Apakah itu berarti
Yakub orang yang lemah dan pengecut?
Tidak.
Sebelum bertemu Esau,
Yakub bergulat dengan seorang malaikat
sampai matahari mulai terbit
karena dia ingin menerima berkat Yehuwa.
Sekarang, mari kita lihat apa yang terjadi
sewaktu Yakub dan Esau bertemu.
Kita akan baca Kejadian 33,
mulai ayat 1.
Kisahnya berakhir bahagia.
Tidak ada pertengkaran.
Mereka justru berdamai.
Esau dan Yakub menangis
dan saling berpelukan.
Lagi-lagi, Yakub terbukti sebagai
pria yang cinta damai.
Apa saja yang dia lakukan?
Dia berdoa dan bertindak sesuai
dengan doa-doanya.
Dia mengirimkan hadiah.
Dia menunjukkan hormat kepada saudaranya
dengan memanggilnya tuan dan
membungkuk kepadanya sampai tujuh kali.
Apa pelajarannya?
Bukankah kisah ini mengajar kita
bahwa kita harus benar-benar berupaya keras
untuk menjaga perdamaian
dengan saudara-saudari kita?
Ada banyak sekali yang bisa kita pelajari dari Yakub.
Waktu dia diancam oleh Esau saat
mereka masih tinggal serumah, dia pindah.
Waktu ditipu oleh Laban tentang
Rakhel dan Lea, Yakub mengalah.
Waktu dikejar dan dituduh oleh Laban,
Yakub setuju untuk membuat perjanjian damai.
Dan waktu bertemu lagi dengan Esau,
Yakub memberinya hadiah.
Ingat, dalam semua situasi itu,
sebenarnya bukan Yakub yang salah.
Tapi sepanjang hidupnya,
dia cinta damai.
Dia mengandalkan Yehuwa,
dan Yehuwa memberkatinya.
Yehuwa tidak pernah melupakan Yakub
dan upayanya untuk mengejar perdamaian.
Kalau kita juga berupaya mengejar perdamaian,
sewaktu kita diperlakukan dengan tidak adil,
sewaktu kita dianiaya,
dan sewaktu kita menghadapi
masalah yang kecil ataupun besar,
Yehuwa juga tidak akan pernah melupakan kita.
Yehuwa akan memberkati kita
kalau kita cinta damai,
seperti Yakub yang cinta damai.